Rabu, 10 Maret 2010

Laptop China Kuasai 90 Persen Pasar Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelangkaan industri laptop dalam negeri membuat Indonesia harus rela dibanjiri produk impor. Dari tahun ke tahun, nilai impor laptop terus merangsek naik. Sampai November 2009, nilai impor komputer jinjing telah menembus 461 juta dollar AS. Angka ini melonjak 30,4 persen dibandingkan impor laptop seluruh tahun 2008 yang hanya 353,4 juta dollar AS.

Dari nilai impor itu, laptop China menguasai 90,4 persen atau 416,7 juta dollar AS. Sumber dari Kementrian Perdagangan, per November 2009, setelah China menyusul laptop dari Sinagapura sebesar 3,75 persen, Malaysia 2,62 persen, Jepang 2,32 persen, dan Hong Kong 0,24 persen. Sisanya 0,67 persen dari berbagai negara lainnya.

Kenaikan nilai impor laptop tidak lepas dari melonjaknya kebutuhan dalam negeri. Saban tahun, permintaan laptop di Indonesia naik 30-40 persen. Menurut Direktur Industri Telematika Kementerian Perindustrian Ramon Bangun, kenaikan impor laptop buatan produsen di China terdeteksi seiring perbaikan pendataan di kementerian tersebut.

Djunaedi, Wakil Ketua Umum Bidang Produksi Dalam negeri Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), mengakui, industri dalam negeri tak berdaya membendung laju impor laptop karena belum memproduksi laptop sendiri. Maklum, hingga kini kita belum punya industri pendukung seperti semi konduktor, cip, microprossesor dan integrited circuit.

"Industri semi konduktor dan integrited circuit tidak ada di Indonesia. Padahal itulah induk dari industri laptop maupun ponsel," kata Ramon. la bilang, industri semi konduktor yang dulu sempat ada di Indonesia telah hengkang ke Malaysia gara-gara tak mampu memenuhi kebijakan mengenai tenaga kerja.

Apkomindo meramal, impor laptop tahun ini bakal lebih tinggi ketimbang 2009. Sebab, penjualan laptop 2010 diperkirakan naik 40 persen dari tahun lalu yang sebanyak 2,2 juta unit. Kenaikan penjualan laptop terjadi seiring dengan penurunan harga. "Harga laptop sampai akhir tahun 2010 bisa turun menjadi hanya Rp 2,2 juta," cetus Djunaedi. Nah, sebagian besar laptop berasal dari China, Taiwan, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.

Toh, Djunaedi tidak patah arang. Bersama asosiasinya, ia menyarankan pemerintah membuat kebijakan khusus agar Indonesia tidak dibanjiri laptop impor. Kebijakan itu adalah pengembangan industri perakitan laptop di dalam negeri. "Impornya dalam bentuk pretelan komponen dan dirakit di sini," kata Djunaedi.

Kebijakan perakitan itu juga erat kaitannya dengan pengembangan pasar. Djunaedi pun mengambil contoh pemerintah Brazil yang memberikan insentif bagi industri perakitan laptop di negaranya.

Sayang, usul Apkomindo sulit terlaksana. Menurut Ramon, komponen masih tercatat sebagai produk yang terkena bea masuk. Adapun impor barang berbentuk utuh bebas bea masuk. Itulah sebabnya, importir lebih senang mendatangkan laptop berbentuk utuh ketimbang harus merakitnya di dalam negeri. (KONTAN/Asnil Bambani Amri)

Kapolri: Polri Bekerja Bukan karena Imbalan

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mengegaskan, dia dan jajarannya bekerja memberantas jaringan terorisme di Indonesia bukan karena imbalan uang atau dalam bentuk apa pun. Termasuk ketika Polri akhirnya berhasil menewaskan Dulmatin alias Yahya Ibrahim alias Mansyur alias Joko Pitono.

"Tentunya kita bekerja bukan berdasarkan ini (uang), tapi hakikat ancaman yang kita hadapi. Jadi tidak ada kaitannya dengan janji mau diberikan apa pun karena panggilan tugas," ucap Kapolri saat jumpa pers di Mabes Polri, Rabu (10/3/2010).

Sebelumnya Kapolri ditanya mengenai imbalan yang dijanjikan pemerintah Amerika Serikat bagi siapa pun yang berhasil menangkap Dulmatin. Gembong teroris itu tewas saat penggerebekan di Pamulang, Tangerang Selatan.

Seperti diberitakan, Dulmatin menjadi salah satu aktor penting dalam peledakan Bom Bali I tahun 2002 bersama Ali Imron sebagai perakit bom. Kemampuan Dulmatin dalam merakit bom lebih tinggi dibanding Dr Azhari.

Anak kelima dari enam bersaudara pasangan Masriati dan Usman Sofi itu dihargai 10 juta dollar AS oleh pemerintah Amerika Serikat.