Kamis, 19 November 2009

Lenggak-lenggok di Teras Gedung...

Sabtu (14/11) malam mendung tebal bergelayut di gedung-gedung tinggi yang angkuh di tepian sepanjang Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Dari antara gedung-gedung yang angkuh itu, terdengar suara alunan musik regae dan jenis musik lainnya.
Seorang mahasiswi aktivis cantik, Tavina, melenggak-lenggokkan pinggulnya mengikuti alunan musik regae yang mengiringi Ras Muhamad melantunkan lagu Siempre dan Leaving Babylon.
  
Ras Muhamad dan rekan-rekannya membawa suasana acara di teras Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, itu seperti pesta musik ritual harian di warung kopi di pojok-pojok kota Havana di Kuba atau Tanzania (Afrika). Atau, seperti kumpulan orang yang sedang menyelenggarakan acara menyanyi dan bermusik semalam suntuk di kampung-kampung di Kota Manado, Sulawesi Utara, dan sekitarnya.
Di Manado, acara melantunkan lagu tanpa henti dari malam sampai pagi hari itu sering diselenggarakan dengan sebutan masamper. Begitu kira-kira suasana di depan Gedung KPK malam itu.
Puluhan orang berkumpul. Ada yang berpidato, seperti aktivis dan penyair Agus Priyono Jabo, pakar komunikasi Effendi Gazali, penggagas sejuta dukungan facebooker bagi KPK, Usman Yasin, Ketua Umum Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lalu Hilman Afriandi, Sekretaris Jenderal LMND Agus Priyanto, dan sejumlah tokoh lainnya. Ada yang membacakan puisi, antara lain Adhi Massardi dan mahasiswi cantik dari Universitas Galaksi Sahid, Rosita. Mereka membacakan puisi ”Berpikir” (karangan Agus Jabo) dan ”Kembalinya Rajawali” (karya WS Rendra).
Ada juga yang menyanyi sendiri tanpa kelompok, seperti Franky Sahilatua dan aktivis mahasiswa Rizal Abdul Hadi. Mereka melantunkan lagu ”Tanah Butuh Rumput”, ”Cicak dan Buaya”, ”Aku Mau Presiden Baru”, dan ”Pelebaran Jalan”.
Kelompok musik yang tampil cukup menarik dan membuat orang bergoyang dan menggerak-gerakkan seluruh anggota tubuhnya, antara lain Suku Kulit Muka Berminyak dari Bekasi. Teguh SDL dan Ane Matahari dari kelompok ini membawakan lagu rap protes terhadap korupsi serta pejabat negara dan anggota parlemen.
Kelompok musik lainnya adalah Kere Betulan dari Jakarta Selatan yang membawakan lagu-lagu pop protes terhadap korupsi dan maraknya aksi makelar kasus.
Di tengah acara lagu, baca puisi, pidato, dan menari lenggak-lenggok, hadirin selalu meneriakkan slogan ”Indonesia baru tanpa korupsi”. Hadirin terdiri dari mahasiswa yang mewakili berbagai perguruan tinggi di Indonesia, aktivis, wartawan yang bertugas meliput kasus korupsi, dan orang yang kebetulan lewat. Ada pula sejumlah suami istri yang membawa anak-anaknya yang masih kecil. Acara ini tidak kalah menarik dibandingkan dengan gelar musik yang berlangsung di dalam cafe shop di gedung-gedung tinggi sepanjang Jalan Rasuna Said.
Bukan hanya pentas musik dan lagu. Di tengah acara itu seorang pelukis, Ki Suhardi, dengan bertopi belangkon melukis di kanvas besar. Satu lukisan yang menggambarkan seorang pejabat tinggi berdiri di atas penderitaan rakyat dirampungkan selama acara berlangsung sejak pukul 19.00 sampai pukul 24.00, tengah malam.
Begitulah nama dan peristiwa yang muncul dan terjadi di teras Gedung KPK, Sabtu malam. Acara ini berlangsung hampir setiap Sabtu malam semenjak kasus yang dinamakan buaya lawan cicak meletus di negeri ini, beberapa bulan lalu. Ini adalah acara seni unjuk rasa yang tidak sama dengan acara musik sumbang yang dimainkan anggota DPR dengan instrumen musik palu sidang yang dipukul-pukulkan di meja sambil berteriak-teriak.
”Acara seperti ini akan terus diadakan secara rutin di sini dan di mana-mana sampai entah kapan,” ujar seorang peminat acara ini, Effendi Gazali, yang malam itu mengorbankan waktu bercengkerama dengan putrinya yang berusia empat bulan untuk hadir di teras Gedung KPK.

Sumber : Kompas, 16 November 2009
Foto : Kompas

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Meningkat

Indeks Per­sepsi Korupsi (IPK) Indone­sia tahun 2009 ini naik menjadi 2,8 dari 2,6 pada tahun 2008. Dengan skor ini, peringkat Indonesia terdongkrak cukup signifikan, yakni berada di urutan 111 dari 180 negara (naik 15 posisi dari tahun lalu) yang disurvei IPK-nya oleh Transparancey International (TI).
Data ini dilansir TI Indo­nesia di Jakarta, Selasa (17/11). "Upaya pemberantasan korupsi harus terus digalakkan untuk meningkatkan IPK Indonesia," kata Sekretaris Jenderal TII, Teten Masduki, di Jakarta, Selasa (17/11).
  
TI memang secara rutin mengukur IPK negara-negara di dunia untuk mengetahui tingkat korupsi di sektor publik berdasarkan persepsi masyarakat global. Sejak 2006, TI mengukur persepsi 180 negara di dunia untuk ditentukan skor IPK-nya. IPK menggunakan skor 0 sampai 10. Semakin besar skor 'PK' suatu negara, semakin kecil persepsi korupsi masyarakat terhadap negara tersebut.
Di tingkat ASEAN, Indo­nesia juga tidak lagi menduduki posisi yang tak jauh dari posisi juru kunci. Jika sebelumnya di tingkat ASEAN Indonesia selalu berada di peringkat terbawah negara yang dipersepsikan korup, tahun ini posisi Indonesia berada di peringkat kelima dari 10 negara ASEAN.
Menurut Teten, terdapat dua faktor yang menyebabkan IPK Indonesia naik tahun ini meski tidak terlalu besar. Faktor tersebut, kata Teten, adalah gencarnya upaya penindakan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK) dan reformasi di tubuh Departemen Keuangan (Depkeu), khususnya reformasi dibidang pajak. "Sepak terjang pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK sepanjang 2008 memperbaiki persepsi publik terhadap tingkat korupsi diIndone­sia." ujarnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang ikut hadir dalam peluncuran IPK ini mengucapkan terima kasih kepada pengakuan TII atas kontribusi reformasi di tubuh De­partemen Keuangan terha­dap peningkatan IPK Indo­nesia. Sri Mulyani kemudian malah meminta TII menilai langsung pelaksanaan refor­masi birokrasi di Depkeu.
"Silakan TII mengamati dengan saksama (scrutinize) kami, jadi tidak hanya pe­ngakuan (recognition)," tegas Sri Mulyani.
Sedangkan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK), Haryono, mengatakan, KPK menargetkan IPK Indonesia harus mencapai angka 5 pada 2011.
Untuk memenuhi target tersebut, kata dia, tidak cu­kup hanya mengharapkan pada kinerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
"Semua pihak harus ikut berperan agar IPK kita menjadi 5 pada tahun 2010," tambah Haryono.

Sumber : Republika, 18 November 2009