Senin, 27 Juli 2009

KPK Temukan 18 Potensi Beban Keuangan Negara

Tim Kajian Utang Luar Negeri Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mengidentifikasi 18 temuan yang dapat membebani keuangan negara. Hasil kajian ini akan dikoordinasikan dengan Departemen Keuangan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).

"Hasil kajian sudah diselesaikan pada Jumat kemarin, tapi masih harus dirapikan. Setelah itu akan dibicarakan bersama Bappenas dan Departemen Keuangan," ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar saat dihubungi Sabtu malam lalu.


Menurut Haryono, salah satu temuan dari kajian itu berupa penggunaan dana talangan yang tidak dibayarkan oleh peminjam (lender) kepada lembaga negara yang meminjam. Jumlahnya, menurut Haryono, kurang-lebih Rp 3,7 triliun.


Sebelumnya, KPK menyatakan bahwa utang luar negeri yang nonkomersial tak menguntungkan pemerintah. Sebab, berdasarkan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan, terlihat bahwa pemerintah terus terbebani dengan biaya-biaya yang muncul akibat dari buruknya pengelolaan utang itu.


Audit BPK terhadap utang luar negeri berjumlah Rp 45,29 triliun. Dari audit itu menunjukkan ada kewajiban bagi negara membayar commitment fee sebanyak Rp 2,02 triliun. Kewajiban ini harus dibayarkan karena terlambat melaksanakan proyek. Selain itu, ada utang luar negeri sebanyak Rp 438,7 miliar yang tidak dimanfaatkan. Utang yang belum dimanfaatkan itu berbentuk sembilan proyek yang tidak jalan.
Karena itu, pembayaran biaya-biaya ini dinilai berpotensi merugikan negara.


Dari hasil audit dan penilaian itulah KPK bersama Departemen Keuangan dan Bappenas membentuk tim kajian utang luar negeri pada Maret lalu. Tim ini mengkaji soal utang luar negeri sejak Februari lalu dan selesai pada akhir Juni tahun ini.


Haryono mengatakan, selain temuan berupa penggunaan dana talangan, tim KPK menemukan jumlah biaya yang telah dibayarkan pemerintah terhadap utang luar negeri yang dilakukan oleh beberapa departemen dan lembaga nondepartemen. Hanya, Haryono melanjutkan, dia tidak hafal persisnya jumlah keseluruhan.


Ketua Koalisi Anti Utang Dani Setiawan menyatakan kerumitan persoalan utang luar negeri memang harus dihentikan. Kendati begitu, dia menilai temuan-temuan KPK tersebut ditindaklanjuti secara hukum. Dani menyarankan beberapa solusi dalam persoalan utang luar negeri. "Solusi awal adalah moratorium pembuatan utang luar negeri yang baru," ujar Dani saat dihubungi kemarin.


Langkah berikutnya, Dani melanjutkan, perlunya dilakukan audit terhadap proses utang. Dari audit tersebut, Dani melanjutkan, bisa diketahui soal penggunaan utang dan pemetaan soal utang. Pemetaan itu juga termasuk penggunaan utang luar negeri untuk membiayai berbagai program pembangunan pemerintah apakah efektif atau tidak. "Sehingga perlu dilakukan negosiasi kembali," katanya. Solusi yang terakhir, kata Dani, adalah meminimalisasi dampak dari utang luar negeri.



Sumber: Koran Tempo, 27 Juli 2009

Kerja Sama KPK dan Australia Berantas Korupsi

Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk dari luar negeri. Atas dasar itu, kali ini KPK menjalin kerja sama secara langsung dengan tiga lembaga negara di Australia, yaitu:

  1. The Attorney-General Department (AGD) atau Departemen Kejaksaan Agung, yaitu lembaga negara yang bertanggung jawab pada partisipasi Australia dalam implementasi instrumen dan forum-forum antikorupsi, baik bilateral maupun multilateral. AGD merupakan Otoritas Sentral Australia dalam pengajuan Mutual Legal Assistance (MLA) dan pengajuan ekstradisi.
  2. The Australian Commission for Law Enforcement Integrity (ACLEI), yaitu lembaga negara yang bertanggung jawab pada pencegahan, pendeteksian, dan penyelidikan isu-isu korupsi yang serius dan sistemik di Kepolisian Federal Australia dan komisi lain yang ada di Australia.
  3. The Australian Public Service Commission (APSC), yaitu lembaga yang bertugas mengawasi penerapan nilai-nilai dan kode etik bagi pegawai negeri sipil serta memastikan bahwa negara telah memberikan layanan prima kepada publiknya.

Penandatanganan nota kerja sama dilakukan di Kantor AGD, Robert Garran Offices, National Circuit, Canberra, Australia, pada Senin, 27 Juli 2009, dan ditandatangani oleh Mochammad Jasin, Wakil Ketua KPK; Roger Wilkins, Secretary AGD; Philip Moss, Integrity Commissioner ACLEI; dan Ms Lynelle Briggs, Public Service Commissioner APSC. Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan menjadi langkah awal dalam upaya meningkatkan secara signifikan kolaborasi antara KPK, AGD, ACLEI, dan APSC untuk memerangi dan memberantas korupsi di Indonesia.

Area kerja sama yang akan dilakukan antara KPK dan ketiga lembaga tersebut di antaranya:

  1. Pertukaran informasi dan dokumen sesuai kesepakatan bersama di area antikorupsi;
  2. Advokasi dan program sosialisasi-kampanye kepada publik;
  3. Strategi dan program pencegahan korupsi;
  4. Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam hal pengembalian aset, Mutual Legal Assistance (MLA), dan kerja sama internasional sebagaimana tertuang dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
  5. Menyusun dan melaksanakan secara bersama program-program dan proyek-proyek kerja sama teknis yang menjadi prioritas dalam pemberantasan korupsi.
  6. Penguatan jaringan dengan badan-badan antikorupsi di Australia untuk mengidentifikasi dan berbagi praktik terbaik.
  7. Berbagai inisiatif lain yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dalam pemerintahan yang dapat disesuaikan untuk memenuhi persyaratan dari Indonesia dan Australia, seperti nilai-nilai dan kode etik untuk pegawai negeri.

Informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:


Johan Budi SP
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl HR Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan
(021) 2557-8300